Bukan Ungkapan
Oleh :
ALVAN.M.A
Bukan hati pedih
Hanya sakit tiada
Bukan selembar iri
Tetapi sebongkah sadar
diri
Aku
mencintaimu dengan Isyarat bukan ungkapan
Aku condong pilih membisuDari pada terucap kalimat
Enyahlah engkau sakit
Enyahlah kau rasa
Leburlah engkau hati
Habislah engkau cinta
Aku melihatmu tanpa
mata
Aku merasakanmu tanpa
dekat
Aku derita tanpa
penyakit
Aku hanyut dalam banjir
nelangsa
Seolah sulit pantas untuk mencintaimu
Tetapi aku masih sanggup tersenyum
Mencintaimu bukan ungkapan
Pengabdian
terakhir sebagai osis hanya tinggal 3. MOS, HARLAH dan DIKLAT OSIS. Sahabatku
sudah lulus dan meninggalkan kota ini untuk mencari tambatan cita citanya,
sementara aku.
Aku jatuh
cinta kepada adik kelasku yang selisih satu tahun denganku, tiap kali melihat
wajahnya aku makin jatuh kedalam jurang dalam yang bernama cinta. Salah satu
factor yang membuatku semakin tak mampu untuk menahan rasa, lantaran pria itu
dulu juga pernah menjadi adik kelasku sewaktu SD.
Jadi apakah
aku termasuk Fendofil, tubuhnya tinggi berkulit putih beralis tebal tampan nun
memikat, siapa yang tak akan mencntainya.aku bahkan hanya sebahunya malah
mungkin jikalau orang tak tahu siapa dia, mengira usianya sekitar 18 tahun atau
baru 17. Seluruh anak MOS harus meminta tanda tangan kepada kakak kakak Osis,
untuk mendapatkan tanda tangan meeka harus menerima tantangan apapun itu.
Aku orang
yang suka mempersulit mereka, bukan karena aku memanfaatkan wewenang atau
apalah, aku hanya ingin melihat seberapa besar mereka ingin kenal dengan kakak
kakak osis. Aku lelah, tetapi bahagia, aku laksana makanan manis kecil yang
sedang dikepung oleh kumpulan semut. Aku kualahan nun frustasi, tetapi satu
yang buatku merasa hangatkan rongga dengan senyum, membuatku tetap bertahan
ditempatku, tak pindah kesana kemari, ketika dia yang aku sudah jatuh kepadanya
meminta coretan tangan dariku.’’ Kak, Kak, aku minta tanda tangannya dong,
sampean lhoo dulu kakak kelasku waktu SD, Ayolah kak, kita kan satu desa.’’ Ia
memaksa nun mencoba mengingatkanku siapa dia.
Aku kenal
dia, hanya saja aku harus menjaga jarak agar tidak ada anak baru yang berani,
kepadanya kutatap matanya dengan senyum. Dia masih memaksa untuk kuingat dari
mana dia. Hatiku seolah tak sanggup menahan, seorang gadis lebih dahulu sudah
meminta syarat dariku.’’ Kak nama kakak siapa? Aku disuruh nanyain sama Kak
David.’’ Kesahnya. Seharsnya aku juga mempersulitnya tetapi aku ibah saja.’’
Fivah.’’ Jawabku muda saja.
‘’ Kak, aku
dari tadi minta, aku ini adik kelasnya pean lhoo dulu.’’ Anak yang aku jatuh
kepadanya itu masih ngotot.’’ Kamu adiknya mas Zaki?’’ untuk kali pertama aku
bertanya kepadanya, ia mengangguk tanpa expresi. Sebenarnya aku sudah tahu siapa dia, kakaknya
dulu adalah siswa terpintar di SD ku. Kakaknya mendapat beasiswa disekolah
favorit, siapa yang tak kenal Mas Zaki, kakaknya tampan adiknyapun sama. Tetapi
aku tidak akan dapat memilikinya ataupun sebatas dekat lagi. Karena aku adalah
Kakak osis yang harus menjaga jarak.
‘’ aku mau
kasih kamu tanda tangan asal kamu harus nyari jawaban pertanyaan aku. Siapa
nama produser film TRANSFORMERS? kamu bisa browsing atau tanya ke teman kamu,
sekalian biar bisa kenalan’’ mendengar pertanyaanku matanya melirik kesana
kemari, seperti kehilangan arah. Sementara aku dalam hati menyunggingkan
senyum, karena tahu hal ini akan memperlama aku dapat berkomunikasi dengannya.
Menunggunya aku disini dikepung oleh anak anak MOS, Ada yang kusengaja untuk
dipermudah ada yang berani sehingga akhirnya aku persulit.
Setelah lama
akhirnya pria itu datang lagi, anak anak terlalu bising dan berdesakan sehingga
aku tak dapat melihat namanya pada nemtek pink yang dikenakannya.’’ Kak aku
tahu, namanya Michael Bay.’’ Jawabnya muda saja. Aku tersipu dibuatnya, dia
duduk disebelahku, lututnya bersentuhan silang dengan lututku. Senyumku ingin
pecah tetapi semua harus kutahan. Aku hanya dapat menimpali senyum kecil dan
bukan lisan. Kutanda tangani daftar nama osis yang bergaris namaku. Senyumnya
membalas senyumku, alis tebalnya terangkat.’’ Makasih kak.’’ Dia masih
tersenyum kemudian sekelebat hilang oleh gerumbulan siswa yang lain. Aku
menggigit bibir, sudah lama tahu dia tetapi aku tidak tahu namanya. Hanya
kumpulan hurufnya saja, aku tak tahu. Yang aku tahu dia dari kelas X. F
Esok
merupakan hari terakhir MOS, semuanya dilakukan di lapangan, akan ada kemah
disana. Penutupan MOS ditutup dengan PERSAMI.
Hari sabtu
datang seolah satu detik saja. Itu semua cepat karena aku jatuh cinta, aku
tinggal di kost. Semuanya sudah kupersiapkan jikalau boleh jujur, persiapanku
semua bukan untuk Kepentingan OSIS melainkan egoku. Untuk bertemu dengannya,
untuk melihatnya, untuk bersaut mulut dengannya sekali lagi. Aku duduk di
pinggir lapangan, siang yang membuat keringatku deras. Dia duduk tiba tiba
duduk disampingku, ditemani beberapa temannya, memang sekarang memasuki
istirahat karena telah usai LBB. Aku melihat matanya coklat keemasan, tajam
menatapku sejenak. Segetirnya hatiku aku harus tetap Nampak berwibawa
didepannya.
‘’ minum
kak?’’ tawarnya memberikan sebotol mineral.
‘’ enggak
makasih.’’ Aku menolaknya karena tak haus, aku terlalu takut untuk salah
tingkah, aku terlalu takut dia tahu, aku terlalu khawatir semuanya berubah bila
aku menerimanya. Dia kembali terdiam, akupun begitu.
‘’ lho mas
Faruk itu sekolah dimana?’’ ia memecahkan keheningan dengan menanyai kakakku
yang selisih satu tahun denganku.’’ Oh sekarang dia masuk SMK.’’ Aku menjawab
pelan, nafasku bergetar.
Ia
mengangguk setuju. Dari SD aku selalu satu sekolah dengan Faruk, rencana
Bundaku agar ia senantiasa mengawasiku. Padahal akupun dapat jaga diri, kini
kami sudah punya jalan masing masing. Sifa memanggilku dari arah tenda’’ aku
duluan ya dek.’’ Pamitku, masih disela berjalan aku masih menoleh menatapnya sejenak,
ia sedang meminum mineralnya.
Malamku
dipenuhi mimpi, mimpi berdiri didepannya, tanpa kata, tanpa apapun hanya
berdiri bersama saling memandang mata tajam. Hatiku getir meski masih
didalamnya, hatiku mendorong mulutku untuk memulai bicara tetapi masih tak
sanggup.
Sampai aku
bangun lebih awal dari yang lain.
Minggu pagi,
dimana anak anak MOS akan memainkan kegiatan Out Bond, akulah merasa
kekecewaan, aku harus mengurusi anak kelas X. B padahal harapanku adalah anak
X. F Tetapi Aku tahu Tuhanpun juga, bahwa aku punya tujuan egoku sendiri.
Nelangsa aku melihat temanku itu yang sudah dari awal aku curigahi menaruh hati
pula kepada pria itu. Nama temanku ialah Diana. Aku mencoba mendekati kelas X.
F disiang hari, mengambil segumpal lumpur untuk mengusapi pemain yang gagal,
aku berharap anak itu gagal agar aku dapat merasakan wajahnya. Diana yang
awalnya hanya bertugas sebagai dokumentasi tiba tiba datang dengan membawa
lumpur jua. Aku memandang sebagai kepositifan, aku tak mau ketahuan rasaku,
maka setiap siswa yang gagal aku coletin wajahnya dengan lumpur.
Tetapi hati
juga bisa merasakan pedihnya, ketika pria itu gagal. Diana mendekati, senyumnya
aku tahu, berbentuk senyum yang sama sepertiku. Sebuah senyum jatuh hati.
Dengan dikeraskan suaranya ia menoletin wajah pria itu, mata pria itu sedanag
ditutup.’’ Duh, aku dari tadi geregetan banget sama ni anak.’’ Ungkap Diana sok
benci, padahal aku tahu dia berusaha agar pria itu tahu jikalau yang
menyentuhnya penuh kelembutan ialah Diana. Melihat Diana seperti itu, aku diam,
mewurungkan niatku. Hatiku pudar dan pahit, seperti menemukan sesuatu yang baru
dan ketika menemukan sesuatu yang baru dan akulah yang pertama kali
menemukannya, tetapi tanpa usaha seseorang datang mengambilnya dengan modal
yang ia miliki. Kurang lebih begitulah sakitnya.
Soleh si
ketua osis datang.’’ Lho Fivah tugas kamu ngawasin kelas X. B’’ Seperti disayat
mendengar ketua osis itu memperingatku, ditambah setelah pria itu membuka
kainnya.’’ Mbak, pean yaa tadi yang nyoletin muka saya pakek lumpur.’’ Pria itu
bertanya seolah tak tahu padahal mukanya sadar siapa. Semua tindakan Diana
memang memberikan sinyal yang begitu kuatnya kepada laki laki itu. Akupun tahu
itu karena aku juga sedang melakukannya dan gagal. Pedih tetapi tak dapat
ditangiskan ialah kepedihan hati sejati yang perna ada dalam sukma ini.
‘’ enggak
kok.’’ Diana berpura pura tak tahu tetapi masih memberikan sinyal candanya atas
kebohongan itu. Pria itu menuju sunga kecil pinggir lapangan yang bening itu.
Membasuh mukanya, diikuti Diana.’’ Wah kakak ini keterlaluan nyoletinnnya.’’
Desak pria itu, mereka saling kejar kejaran seolah dua kupu kupu penuh cinta
bermain dalam taman kecil yang hanya sanggup mereka miliki berdua. Sementara
aku dari kejauhan patah hati sendirian. Rongga dadaku sesak, merasa tertohok
melihat semuanya. Aku pusing hilang semangat. Yang paling menyakitkan bukan
melihat kemesraan mereka berdua, tetapi kesadaranku bahwa Diana memang lebih
cantik kesempurnaan dariku, dia bak bidadari dari anggota Osis kami. Sementara
aku hanya sebuah latar panggung yang sulit dilihat siapa.
Dari situ
seharian aku menyaksikan mesrah mereka berdua, Diana semakin membuat buat
semuanya agar mengundang pria itu menggodanya. Kali ini aku baru tahu siapa
namanya, itupun aku dengar dari Diana yang sedang memanggil pria itu. Namanya
Khafi, sesekali aku mengingat namanya, aku tersadar tak perlu mengulangnya aku
angsung hafal, semua ini apakah karena cinta yang sudah lama meronta?
Kini aku
sadar satu hal, tidak semua yang aku gilai tak semua dapat kumiliki. Lebih baik
seperti ini, aku bersyukur dia tak pernah tahu isi dalam qolbi. Bahwasannya
kejujuranku aku mencintainya dengan isyarat bukan ungkapan. Aku melihatnya
tanpa mata, aku merasakannya tanpa dekat. Aku bahagia melihatnya Nampak lebih
akrab nun bahagia dengan Diana.
Meskipun aku
sadar.
Aku Patah
Hati.
SELESAI